Membangun kuburan tidak masalah, shalat di kuburan juga tidak masalah
MAKSUD HADIST "JANGAN JADIKAN KUBURAN SEBAGAI MASJID" DAN HUKUM SHALAT DI SEKITAR KUBUR ATAU RUANGAN DALAM KUBUR, DAN HUKUM MEMBANGUN KUBURAN.
(1.)
HUKUM MEMBUAT MASJID,MUSHOLLA DI SAMPING,DEPAN,BELAKANG KUBUR AN,ATAU TEMPAT PENG-ISTIRAHATAN PEZIARAH YG NENYATU DENGAN KUBURAN.
Yg pertama kita menguraikan dulu dalam kekauan pemahaman, yg salah dalam memahami hadist atau mengartikan (faidah) hukum yg di hasil-kan dari hadist, dan keluar dari pengertian (faidah) yg sebenarnya.
Contoh bagaimana kita menyikapi hadist ini:
bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
لَعَنَ اللَّهُ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
“Allah melaknat Yahudi dan Nashrani yang telah menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid”.
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhari , Muslim].
Anggap saja hadist semacam ini, atau menyerupai ini, ada 1000 hadist.. Tidak perlu di tulis semua disini.
Yg akan kita bahas di sini adalah sebab datangnya hadis ini, dan hadist-hadist yg menyerupai ini semua, beserta faidah hukumnya yg keluar dari hadist-hadist ini dan maksud pemahaman artinya yg benar.
kita harus mengetahui awal sebab datangnya (asbab al-wurud) hadist ini, supaya kita selamat dari fitnah-fitnah yg berkeliaran.
Pertama sebab datangnya hadist ini:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ لَمَّا اشْتَكَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَتْ بَعْضُ نِسَائِهِ كَنِيسَةً رَأَيْنَهَا بِأَرْضِ الْحَبَشَةِ يُقَالُ لَهَا مَارِيَةُ وَكَانَتْ أُمُّ سَلَمَةَ وَأُمُّ حَبِيبَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَتَتَا أَرْضَ الْحَبَشَةِ فَذَكَرَتَا مِنْ حُسْنِهَا وَتَصَاوِيرَ فِيهَا فَرَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ أُولَئِكِ إِذَا مَاتَ مِنْهُمْ الرَّجُلُ الصَّالِحُ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا ثُمَّ صَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّورَةَ أُولَئِكِ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ
(صحيح البخاري)
Dari ‘Aisyah –semoga Allah meridhoinya-, dia berkata: “Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sakit, sebagian istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan sebuah gereja yang mereka lihat di negeri Habasyah, yang dinamakan gereja Mariyah. Dahulu Ummu Salamah dan Ummu HAbibah –semoga Allah meridhoi keduanya- pernah mendatangi negeri Habasya. Keduanya menyebutkan tentang keindahannya dan patung-patung/gambar-gambar yang ada di dalamnya. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kepalanya, lalu bersabda: “Mereka itu, jika ada seorang yang sholeh di antara mereka mati, mereka membangun masjid di atas kuburnya, kemudian membuat patung/gambar orang sholeh itu di dalamnya. Mereka itu seburuk-buruk manusia di sisi Allah”. (HSR. Bukhari no:1341; Muslim no:528)
Dalam riwayat lain redaksinya begini:
فقد قالت السيدة أم سلمة رضى الله تعالى عنها لرسول الله صلى الله عليه وسلم حين كانت فى بلاد الحبشة تقصد الهجرة إنها رأت أناسا يضعون صور صلحائهم وأنبيائهم ثم يصلون لها، عند إذن قال الرسول صلى الله عليه وسلم (لعن الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور انبيائهم مساجد)
Ummu Salamah Ra bercerita kepada Rasulullah Saw ketika dulu ia berada di Habasyah saat hendak Hijrah, bahwa dia pernah melihat beberapa orang yang meletakkan patung-patung orang sholeh dan para Nabi mereka, kemudian mereka sholat kepada patung-patung tersebut. Maka bersabdalah Rasulullah Saw “ Allah melaknat orang Yahudi dan Nashoro yang telah menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid (tempat sujud) ".
Di atas sudah sangat jelas sekali, sangat jelas jelas sekali. bahwa yg di maksud bukan masjid ummat islam (seperti sekarang yg kita lihat). bukan masjid yg di buat sholat lima waktu, menghadap kiblat, dan buat mengaji, beribadah kepada allah.
Akan tetapi masjid (tempat sujud) yg husus buat sesembahan kepada ahli kubur, sujud menghadap (berkiblat) pada kuburan itu.
Seperti penjelasan ini:
اﺗﺨﺬﻭا ﻗﺒﻮﺭ ﺃﻧﺒﻴﺎﺋﻬﻢ ﻣﺴﺎﺟﺪ» ﻓﻴﻪ اﻟﻨﻬﻲ ﻋﻦ اﻟﺴﺠﻮﺩ ﻋﻠﻰ ﻗﺒﻮﺭ اﻷﻧﺒﻴﺎء،
(اﻟﺰﺭﻗﺎﻧﻲ 1: 49 و ﻣﻮﻃﺄ ﻣﺎﻟﻚ اﻷﻋﻈﻤﻲ)
Maksud hadist " menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid" dalam pengertiannya adalah larangan untuk sujud (berkiblat) pada makamnya para nabi.
Dan juga seperti yg dijelaskan oleh ibnu abdul bar sbagai berikut:
وتحريم السّجود على قبور الأنبياء، وفى معنى هذا أنّه لا يحل السّجود لغير الله جل وعلا، ويحتمل الحديث أنْ لا تُجعل قبور الأنبياء قِبلة يُصلّى إليها.
Dan (arti hadist di atas) berpotensi pada pengharaman sujud pada kuburan (makam) para nabi, dan maknanya bahwa tidak halal sujud kepada selain allah swt. Dan hadist ini berpotensi agar tidak menjadikan kuburan para nabi menjadi kiblat untuk sholat kepadanya.
Jadi Kalau masjid seperti yg skarang (umat islam) yg kita ketahui, maka di posisi kuburan mana saja, tidak apa2. Di belakangnya kek, di depannya kek, di sampingnya. Semuanya tak ada masalah, seperti sabda nabi saw di dalam hadist soheh dari ibnu umar ra:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فِيْ مَسْجِدِ الْخَيْفِ قَبْرُ سَبْعِيْنَ نَبِيًّا. رَوَاهُ البَزَّارُ فِيْ مُسْنَدِهِ.
(كشف الأستار 1177، وَالطَّبَرَانِيُّ فِيْ الُمُعْجَمِ الْكَبِيْرِ 12/316.)
“Dari Ibnu Umar –radhiyallahu t‘anhuma-, berkata, Rasulullah shallallhu ‘alaihi wasallam bersabda: “Di Masjid al-Khaif, telah dimakamkan tujuh puluh nabi.
(Alhafidz ibnu hajar mengatakan, hadis ini semua perawinya tsiqqah.).
Dan juga nabi pernah sholar janazah di kuburan (akan di paparkan di bawah).
Tapi maksud masjid disana/di hadist, ber-arti masjid (tempat sujud) yaitu tempat ibadahnya orang yahudi dan nasrani,yg dihususkan untuk penghuni kubur, tempat ibadah husus para nabi atau orang soleh yg di di jadikan tempat sujud (masjid).
Seperti kuil kanisah, yg di dalamnya berisi patung2 penghuni kubur. Di hias, dan di sembah dan di jadikan masjid (tempat sujud). Atau kalau gak paham, yaitu tempat sesembahan khusus penghuni kubur.
Seperti hadist nabi ini maksudnya:
اللَّهُمَّ لَا تَجْعَلْ قَبْرِي وَثَنًا يُعْبَدُ، اشْتَدَّ غَضَبُ اللَّهِ عَلَى قَوْمٍ اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
Ya Allah, janganlah Engkau jadikan kuburanku berhala yang disembah (inilah yg di maksud masjid).
Allah sangat murka kepada kaum yang menjadikan kuburan para nabi mereka masjid. (Hr ahmad).
Sedang hadist yg ini:
الأرض كلها مسجد إلا المقبرة والحمام
“ Bumi ini seluruhnya adalah layak untuk dijadikan tempat sujud (tempat untuk sholat), kecuali pekuburan dan tempat pemandian “.
Hadist ini, bukan di artikan "tak bisa atau tak boleh sholat pada masjid yg terdapat kuburannya di dalam". (Salah besar).
Tapi maksudnya sholat/sujud di kamar mandi, atau sujud di atas kuburan, tidak bolehh. karena kedua2nya ter-indikasi najis, seperti kuburan yg di gali, terus sholat di atasnya. (Di bawah akan di paparkan).
Semoga mereka paham. Amin.
Biar mereka tidak berdalil lagi dengan dalil2 yg untuk orang kafir, dan Di tudingkan untuk kita...
Atau menempatkan dalil bukan pada tempatnya.
(2.)
DALIL BOLEHNYA MEMBANGUN MASJID, ATAU BANGUNAN APA SAJA YG BERSEBELAHAN ATAU BERGANDENGAN DENGAN MAKAM/KUBUR.
1.
MAKAM (pekuburan) baginda nabi saw, adalah di dalam rumah beliau, ini secara otomatis sudah terbangun rumah :).
Seperti yg di jelaskan oleh imam nawawi:
ﻭﻳﺠﻮﺯ اﻟﺪﻓﻦ ﻓﻲ اﻟﺒﻴﺖ ﻷﻥ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺩﻓﻦ ﻓﻲ ﺣﺠﺮﺓ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﺭﺿﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﺎ
(اﻟﻤﺠﻤﻮﻉ ﺷﺮﺡ اﻟﻤﻬﺬﺏ)
Dan boleh mengubur mayit di dalam rumah. Karena nabi saw di kubur di dalam kamar sayyidah aisyah ra.
(Al majmuk syaruh muhaddzab, 5/281 sm).
Jadi anda jangan sampai berdalil dengan hadist ini:
(ﻭﻻ ﺗﺘﺨﺬﻭﻫﺎ ﻗﺒﻮﺭًا) ﺃﻱ: ﻣﺜﻞ القبور اﻟﺘﻲ ﻟﻴﺴﺖ ﻣﺤﻼًّ ﻟﻠﺼﻼﺓ ﺑﺄﻥ ﻻ ﺗﺼﻠﻮا فيها.
(ﺷﺮﺡ اﻟﻘﺴﻄﻼﻧﻲ = ﺇﺭﺷﺎﺩ اﻟﺴﺎﺭﻱ ﻟﺸﺮﺡ ﺻﺤﻴﺢ اﻟﺒﺨﺎﺭﻱ . ٢/٣٤٣)
Hadist (jangan jadikan rumahmu kuburan). Itu artinya adalah jangan sampai rumah kita seperti kuburan, yg mana tidak ada tempat sholat. Sekiranya tidak pernah di sholati rumahnya. Ini maksudnya, jadi tidak ada hubungannya dengan mengubur di dalam rumah. Apalagi dibuat dalil pada yg jauh bukan pada tempatnya.
Seperti ini pemahaman lengkapnya, dalam hadist:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " لا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ قُبُورًا , وَلا تَجْعَلُوا قَبْرِي عِيدًا ، وَصَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلاتَكُمْ تَبْلُغُنِي حَيْثُ كُنْتُمْ.
(حديث صحيح أخرجه أحمد، وأبو داود)
Rasulullah Saw bersabda: "Janganlah kalian menjadikan rumah kalian sebagai kuburan dan janganlah kalian menjadikan kuburanku sebagai 'Ied (hari raya/hari ulangan), bershalawatlah kepadaku, sungguh shalawat kalian sampai kepadaku dimanapun kalian berada".
(HR. abu daud dan ahmad).
Pemahamannya begini:
ﻻَ ﺗَﺘَّﺨِﺬُﻭا ﻗَﺒْﺮِﻱ عيدًا» ﺑِﺄَﻧَّﻪُ ﻳَﺪُﻝُّ ﻋَﻠَﻰ اﻟْﺤَﺚِّ ﻋَﻠَﻰ ﻛَﺜْﺮَﺓِ اﻟﺰِّﻳَﺎﺭَﺓِ ﻻَ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻨْﻌِﻬَﺎ، ﻭَﺃَﻧَّﻪُ ﻻَ ﻳُﻬْﻤَﻞُ ﺣَﺘَّﻰ ﻻَ ﻳُﺰَاﺭَ ﺇﻻَّ ﻓِﻲ ﺑَﻌْﺾِ اﻷَْﻭْﻗَﺎﺕِ ﻛَﺎﻟْﻌِﻴﺪَﻳْﻦِ. ﻭَﻳُﺆَﻳِّﺪُﻩُ ﻗَﻮْﻟُﻪُ: «ﻻَ ﺗَﺠْﻌَﻠُﻮا ﺑُﻴُﻮﺗَﻜُﻢْ ﻗُﺒُﻮﺭًا» ﺃَﻱْ: ﻻَ ﺗَﺘْﺮُﻛُﻮا اﻟﺼَّﻼَﺓَ ﻓِﻴﻬَﺎ ﻛَﺬَا ﻗَﺎﻝَ اﻟْﺤَﺎﻓِﻆُ اﻟْﻤُﻨْﺬِﺭِﻱُّ.
(ﻧﻴﻞ اﻷﻭﻃﺎﺭ-[ﻛﺘﺎﺏ اﻟﻤﻨﺎﺳﻚ]-[ﺑﺎﺏ ﺗﺤﻠﻞ اﻟﻤﺤﺼﺮ ﻋﻦ اﻟﻌﻤﺮﺓ ﺑﺎﻟﻨﺤﺮ ﺛﻢ اﻟﺤﻠﻖ ﺣﻴﺚ ﺃﺣﺼﺮ ﻣﻦ ﺣﻞ ﺃﻭ ﺣﺮﻡ]- ﺻﻔﺤﺔ -115).
"Jangan jadikan makamku ied (hari raya/berbaktu setahun sekali), itu menunjukkan pada anjuran untuk memperbanyak ziaroh kepada nabi saw, bukan untuk menecegah ziaroh.
tidak dianggurkan (dilalaikan) hingga tidak diziarohi kecuali pada sebagian waktu seperti hari raya dua (yg setahun sekali).
(Penafsiran ini) didukung, dikuatkan oleh (kelanjutan) hadist nabi saw, yaitu "janganlah kalian menjadikan rumah kalian sebagai kuburan" maksudnya "jangan kamu meninggalkan shalat di dalam rumah" seperti ini pendapat alhafidz almundziri. (Nailul-author , assyaukany. 5/115 ms).
Dan saya juga menemukan dalam akun facebooknya doktor syeh salim 'alwan alhusaini:
قال القاضي عياض، وابن حجر كما نقل الخفاجي في نسيم الرياض(٣/٥٠٢) المراد لا تتخذوها كالعيد في العام مرة بل أكثروا زيارتها أي القبور.
Al-Qadli bin 'Iyyadl dan Ibnu Hajar mengatakan, sebagaimana dikutip oleh al-Khafaji didalam kitab Nasimur Riyadl (3/502), maksudnya adalah janganlah kalian menjadikannya sebagai 'Ied didalam setahun hanya sekali, tetapi berbanyaklah menziarahinya, yaitu kubur".
قال الشيخ زكي الدين المنذري: يـحتمل أن يكون المراد به الحثّ على كثرة زيارته صلّى الله عليه وسلّم وأن لا يُهمل حتّى لا يُزار إلاّ في بعض الأوقات كالعيد، الّذي لا يأتي في العام إلاّ مرّتين.
Syaikh Zakiyuddin al-Mundziri berkata: kemungkinan pengertian yang dikehendaki dari hal tersebut adalah dorongan memperbanyak menziarahi Nabi Saw, tidak melalaikan hingga tidak diziarahi kecuali pada sebagian waktu seperti hari raya ('Ied), dimana hari raya tidak datang didalam setahun kecuali dua kali.
قال: ويؤيد هذا التأويل ما جاء في الحديث نفسه: لا تجعلوا بيوتكم قبورًا، أي لا تتركوا الصلاة في بيوتكم حتى تجعلوها كالقبور التي لا يُصلّى فيها. وقد ذكر السيوطي في مناهل العرفان أنّ حديث: مَنْ زار قبري وجبت له شفاعتي. قال الذهبي فيه: إنّه يتقوّى بتعدد الطرق. اهـ
Ia juga berkata: penafsiran ini didukung/sesuai dengan teks hadits itu sendiri, yaitu janganlah kalian menjadikan rumah kalian sebagai kuburan, maksudnya janganlah kalian meninggalkan shalat dirumah kalian hingga menjadikannya seperti kuburan yang tidak dilaksanakan shalat disana.
Dan sungguh Imam al-Suyuthi telah menyebutkan didalam Manahilul Ifran, sebuah hadits "Barangsiapa yang menziarahi kuburku maka wajib baginya mendapat syafa'atku".
Az-Dzahabi berkata: "Hadits itu saling menguatkan dengan banyaknya jalur riwayatnya".
(الشيخ الدكتور سليم علوان الحسيني)
https://mobile.facebook.com/Shaykh.Salim/posts/393398360769628?_rdr
2.
70 MAKAM nabi-nabi di dalam masjid.
Di dalam masjid, ada 70 makam nabi alaihissalam:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فِيْ مَسْجِدِ الْخَيْفِ قَبْرُ سَبْعِيْنَ نَبِيًّا. رَوَاهُ البَزَّارُ فِيْ مُسْنَدِهِ.
(كشف الأستار 1177، وَالطَّبَرَانِيُّ فِيْ الُمُعْجَمِ الْكَبِيْرِ 12/316.)
“Dari Ibnu Umar –radhiyallahu t‘anhuma-, berkata, Rasulullah shallallhu ‘alaihi wasallam bersabda: “Di Masjid al-Khaif, ada tujuh puluh makam nabi".
Hadits tersebut diriwayatkan oleh al-Bazzar dan lainny. Sanad hadits tersebut shahih”. Al-Hafidzh al-Haitami berkata dalam Majma’ al-Zawaid (3/297): “Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bazzar, dan para perawinya tsiqqah.”
Jadi pengertian dari hadist di atas ini, jika tidak boleh membangun masjid di samping kuburan (yg bisa mencakupi kuburan itu ke lokasi masjid). maka nabi saw akan memerintahkan untuk menghancurkan/merobohkan masjid itu, bukan malah beliau saw bercerita, yg seakan-akan ada barokah besar yg tersimpan di masjid itu.
3.
Ta'wil arti sebenarnya dari hadis (larangan membangun kuburan) yg di simpulkan oleh para ulama.
Mengenai hadist imam muslim ini:
نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ
“Rasulallah melarang mengkapur/menyemen kuburan, duduk di atasnya dan membangun bangunan di atasnya.”
Faidah larangan disini Mayoritas ulama berpendapat makruh tanziih (boleh tapi makruh) bukan haram.
Sperti penjelasan syeh muhammad bin ismail asson'any:
ﻭَﺫَﻫَﺐَ اﻟْﺠُﻤْﻬُﻮﺭُ ﺇﻟَﻰ ﺃَﻥَّ اﻟﻨَّﻬْﻲَ ﻓِﻲ اﻟْﺒِﻨَﺎءِ ﻭَاﻟﺘَّﺠْﺼِﻴﺺِ ﻟِﻠﺘَّﻨْﺰِﻳﻪِ ﻭَاﻟْﻘُﻌُﻮﺩِ ﻟِﻠﺘَّﺤْﺮِﻳﻢِ
ﺳﺒﻞ اﻟﺴﻼﻡ-[ﻛﺘﺎﺏ اﻟﺠﻨﺎﺋﺰ] ﺻﻔﺤﺔ -498
Mayoritas Ulama berpendapat bahwa larangan dalam hadist di atas, (mensemen dan membangun kuburan) berfaidah makruh (boleh tapi makruh). Sedang duduk di atasnya berfaidah haram.
(Subulussalam bab janaiz 498 ms).
Haramnya duduk di atasnya kuburan, karena termasuk menyakiti (mengihna ahli kubur) seperti yg warid dalam hadist soheh.
Para ulama yg mengatakan boleh tapi makruh berdalil dengan landasan yg sangat kuat.
Seperti penjelasannya imam alhafidz ibnu hajar, dalam kitabnya:
ِ ﻭَﻗَﺎﻝَ اﻟْﺒَﻴْﻀَﺎﻭِﻱُّ ﻟَﻤَّﺎ ﻛَﺎﻧَﺖِ اﻟْﻴَﻬُﻮﺩُ ﻭَاﻟﻨَّﺼَﺎﺭَﻯ ﻳَﺴْﺠُﺪُﻭﻥَ ﻟِﻗُﺒُﻮﺭِ اﻷَْﻧْﺒِﻴَﺎءِ ﺗَﻌْﻈِﻴﻤًﺎ ﻟِﺸَﺄْﻧِﻬِﻢْ ﻭَﻳَﺠْﻌَﻠُﻮﻧَﻬَﺎ ﻗِﺒْﻠَﺔً ﻳَﺘَﻮَﺟَّﻬُﻮﻥَ ﻓِﻲ اﻟﺼَّﻼَﺓِ ﻧَﺤْﻮَﻫَﺎ ﻭَاﺗَّﺨَﺬُﻭﻫَﺎ ﺃَﻭْﺛَﺎﻧًﺎ ﻟَﻌَﻨَﻬُﻢْ ﻭَﻣَﻨَﻊَ اﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴﻦَ ﻋَﻦْ ﻣِﺜْﻞِ ﺫَﻟِﻚَ ﻓَﺄَﻣَّﺎ ﻣَﻦِ اﺗَّﺨَﺬَ ﻣَﺴْﺠِﺪًا ﻓِﻲ ﺟِﻮَاﺭٍ ﺻَﺎﻟِﺢٍ ﻭَﻗَﺼَﺪَ اﻟﺘَّﺒَﺮُّﻙَ ﺑِﺎﻟْﻘُﺮْﺏِ ﻣِﻨْﻪُ ﻻَ اﻟﺘَّﻌْﻈِﻴﻢَ ﻟَﻪُ ﻭَﻻَ اﻟﺘَّﻮَﺟُّﻪَ ﻧَﺤْﻮَﻩُ ﻓَﻼَ ﻳَﺪْﺧُﻞُ ﻓِﻲ ﺫَﻟِﻚَ اﻟْﻮَﻋﻴﺪ
ﻓﺘﺢ اﻟﺒﺎﺭﻱ ﻻﺑﻦ ﺣﺠﺮ-١/٥٢٥
Dan imam baidhowy berkata: Ketika orang-orang Yahudi dan nasrani bersujud pada kuburan para nabi, karena pengagungan terhadap para nabi. Dan menjadikannya arah qiblat serta mereka pun sholat menghadap ke arah kuburan dan menjadikannya patung sesembahan, maka Allah melaknat mereka dan melarang umat muslim mencontohnya. Adapun orang yang menjadikan masjid di sisi (makam) orang sholeh, dan bermaksud ngalap berkah (tabarruk) dengan kedekatan pada mereka tanpa mengagungkan maupun merubah kiblat kepadanya maka tidak termasuk pada ucapan (kecaman) yang dimaksud hadits itu.”
[ Fathul Bari libni Hajar 1/525 ms]
Sedang dalam kitab faidul qodir, semuanya sama, cuma ada tambahan redaksi begini:
ﺃﻣﺎ ﻣﻦ اﺗﺨﺬ ﻣﺴﺠﺪا ﺑﺠﻮاﺭ ﺻﺎﻟﺢ ﺃﻭ ﺻﻠﻰ ﻓﻲ ﻣﻘﺒﺮﺗﻪ ﻭﻗﺼﺪ ﺑﻪ اﻻﺳﺘﻈﻬﺎﺭ ﺑﺮﻭﺣﻪ ﺃﻭ ﻭﺻﻮﻝ ﺃﺛﺮ ﻣﻦ ﺁﺛﺎﺭ ﻋﺒﺎﺩﺗﻪ ﺇﻟﻴﻪ ﻻ اﻟﺘﻌﻈﻴﻢ ﻟﻪ ﻭاﻟﺘﻮﺟﻪ ﻧﺤﻮﻩ ﻓﻼ ﺣﺮﺝ ﻋﻠﻴﻪ ﺃﻻ ﺗﺮﻯ ﺃﻥ ﻣﺪﻓﻦ ﺇﺳﻤﺎﻋﻴﻞ ﻓﻲ اﻟﻤﺴﺠﺪ اﻟﺤﺮاﻡ ﻋﻨﺪ اﻟﺤﻄﻴﻢ؟ ﺛﻢ ﺇﻥ ﺫﻟﻚ اﻟﻤﺴﺠﺪ ﺃﻓﻀﻞ ﻣﻜﺎﻥ ﻳﺘﺤﺮﻯ اﻟﻤﺼﻠﻲ ﻟﺼﻼﺗﻪ ﻭاﻟﻨﻬﻲ ﻋﻦ اﻟﺼﻼﺓ ﻓﻲ اﻟﻤﻘﺎﺑﺮ ﻣﺨﺘﺺ ﺑﺎﻟﻤﻨﺒﻮﺷﺔ ﻟﻤﺎ ﻓﻴﻬﺎ ﻣﻦ اﻟﻨﺠﺎﺳﺔ اﻧﺘﻬﻰ
(ﻓﻴﺾ اﻟﻘﺪﻳﺮ-ﺣﺮﻑ اﻟﻘﺎﻑ- ﺻﻔﺤﺔ -466)
Adapun yang menjadikan Masjid di dekat kubur orang shalih atau sholat di kuburannya,dengan tujuan menghadirkan ruhnya dan mendapatkan bekas dari bekas ibadahnya, bukan karena pengagungan dan mengarah (berqiblat) kepadanya, maka tidak apa-apa.
Tidakkah engkau melihat tempat pendaman nabi Ismail berada di dalam masjidil haram di sisi hathim (hathim adalah tempat makam nabi ismail) ?? Kemudian masjidl haram tersebut merupakan tempat sholat yang sangat dianjurkan untuk melakukan sholat di dalamnya,
Sedang hadist pelarangan sholat di pekuburan adalah tertentu pada kuburan yang terbongkar tanahnya karena terdapat najis “ (Faidhul Qadir ).
Pangertian al-hathim:
ﺃﻥ اﻝﺣﻄﻴﻢ ﻣﺎ ﺑﻴﻦ اﻟﺤﺠﺮ اﻷﺳﻮﺩ ﻭﻣﻘﺎﻡ ﺇﺑﺮاﻫﻴﻢ ﻭﻫﻮ ﺃﻓﻀﻞ ﻣﺤﻞ ﺑﺎﻟﻤﺴﺠﺪ ﺑﻌﺪ اﻟﻜﻌﺒﺔ ﻭﺣﺠﺮﻫﺎ
(ﻓﻴﺾ اﻟﻘﺪﻳﺮ-ﺣﺮﻑ اﻟﺼﺎﺩ- ﺻﻔﺤﺔ -205)
Hatim di antara hajar aswad dan maqom ibrohim. Hathim paling utama-utamanya tempat di masjidil harom setelah ka'bah dan hijr nya).
Imam Ath-Thusi juga meriwayatkan:
روى الشيخ الطوسي بأسناده عن معمر بن خلاد، عن الرضا ـ عليه السَّلام ـ قال: لا بأس بالصلاة بين المقابر ما لم يتخذ القبر قبلة
“ Syaikh Ath-Thusi Rh meriwayatkan dengan sanadnya dari Mu’ammar bin khallad dari Ridha As berkata “ Tidaklah mengapa sholat di antara pekuburan, selagi tidak menjadikan kuburan sebagai kiblat “ .
(Al-Wasail juz 1)
Imam asyyifi'i dan imam hasan al-bhasry membolehkan menyemen. Seperti yg di tuturkan imam assyaukani dalam kitabnya:
ﻭَﺃَﻣَّﺎ اﻟﺘَّﻄْﻴِﻴﻦُ ﻓَﻘَﺎﻝَ اﻟﺘِّﺮْﻣِﺬِﻱُّ: ﻭَﻗَﺪْ ﺭَﺧَّﺺَ ﻗَﻮْﻡٌ ﻣِﻦْ ﺃَﻫْﻞِ اﻟْﻌِﻠْﻢِ ﻓِﻲ ﺗَﻄْﻴِﻴﻦِ اﻟْﻘُﺒُﻮﺭِ ﻣِﻨْﻬُﻢْ اﻟْﺤَﺴَﻦُ اﻟْﺒَﺼْﺮِﻱُّ ﻭَاﻟﺸَّﺎﻓِﻌِﻲُّ. ﻭَﻗَﺪْ ﺭَﻭَﻯ ﺃَﺑُﻮ ﺑَﻜْﺮٍ اﻟﻨَّﺠَّﺎﺩُ ﻣِﻦْ ﻃَﺮِﻳﻖِ ﺟَﻌْﻔَﺮِ ﺑْﻦِ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻴﻪِ «ﺃَﻥَّ اﻟﻨَّﺒِﻲَّ - ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ - ﺭُﻓِﻊَ ﻗَﺒْﺮُﻩُ ﻣِﻦْ اﻷَْﺭْﺽِ ﺷِﺒْﺮًا ﻭَﻃُﻴِّﻦَ ﺑِﻄِﻴﻦٍ ﺃَﺣْﻤَﺮَ ﻣِﻦْ اﻟْﻌَﺮْﺻَﺔِ.» ﻭَﺣُﻜِﻲَ ﻓِﻲ اﻟْﺒَﺤْﺮِ ﻋَﻦْ اﻟْﻬَﺎﺩِﻱ ﻭَاﻟْﻘَﺎﺳِﻢِ ﺃَﻧَّﻪُ ﻻَ ﺑَﺄْﺱَ ﺑِﺎﻟﺘَّﻄْﻴِﻴﻦِ ﻟِﺌَﻼَّ ﻳَﻨْﻄَﻤِﺲ.
ﻧﻴﻞ اﻷﻭﻃﺎﺭ-[ﻛﺘﺎﺏ اﻟﺠﻨﺎﺋﺰ]-[ﺑﺎﺏ ﺗﺴﻨﻴﻢ اﻟﻘﺒﺮ ﻭﺭﺷﻪ ﺑﺎﻟﻤﺎء ﻭﺗﻌﻠﻴﻤﻪ ﻟﻴﻌﺮﻑ ﻭﻛﺮاﻫﺔ اﻟﺒﻨﺎء ﻭاﻟﻜﺘﺎﺑﺔ ﻋﻠﻴﻪ]- ﺻﻔﺤﺔ -104
Adapaun mengapur/menyemen kuburan, maka imam attirmidzi berkata "sunggu telah membolehkan golongan dari ahli ilmu di dalam menyemen kuburan, diantaranya adalah imam hasan al-basry dan imam syafii. Abu bakar annajaad meriwayatkan dari jakfar bin muhammad dari ayahnya: bahwa nabi saw di tinggikan makamnya dari tanah sejengkal, dan di semen dengan semen (tanah) merah dari 'arshoh (debu/pasir/kerikil yg sudah di olah)."
Dan di ceritakan dalam kitab albahri dari alhady dan alqosim bahwa tidak ada masalah dengan menyemen agar supaya tidak ambruk. (Nailul author).
Di atas sudah sangat jelas, bahwa tidak ada tolak ukur mana ukuran bolehnya di semen, hanya saja ukuran yg sennah adalah sejengkalnya orang arab atau lebih2 sedikit. (Kalaupun lebih tidak masalah).
Imam alqory dalam kitabnya menjelaskan:
ﻭَﺃَﻥْ ﻳُﺒْﻨَﻰ ﻋَﻠَﻴْﻪِ» ) ﻗَﺎﻝَ ﻓِﻲ اﻷَْﺯْﻫَﺎﺭِ: اﻟﻨَّﻬْﻲُ ﻋَﻦْ ﺗَﺠْﺼِﻴﺺِ اﻟْﻘُﺒُﻮﺭِ ﻟِﻠْﻜَﺮَاﻫَﺔِ، ﻭَﻫُﻮَ ﻳَﺘَﻨَﺎﻭَﻝُ اﻟْﺒِﻨَﺎءَ ﺑِﺬَﻟِﻚَ ﻭَﺗَﺠْﺼِﻴﺺَ ﻭَﺟْﻬِﻪِ، ﻭَاﻟﻨَّﻬْﻲُ ﻓِﻲ اﻟْﺒِﻨَﺎءِ ﻟِﻠْﻜَﺮَاﻫَﺔِ ﺇِﻥْ ﻛَﺎﻥَ ﻓِﻲ ﻣِﻠْﻜِﻪِ، ﻭَﻟِﻠْﺤُﺮْﻣَﺔِ ﻓِﻲ اﻟْﻤَﻘْﺒَﺮَﺓِ اﻟْﻤُﺴْﺒَﻠَﺔِ
ﻗُﻠْﺖُ: ﻓَﻴُﺴْﺘَﻔَﺎﺩُ ﻣِﻨْﻪُ ﺃَﻧَّﻪُ ﺇِﺫَا ﻛَﺎﻧَﺖِ اﻟْﺨَﻴْﻤَﺔُ ﻟِﻔَﺎﺋِﺪَﺓٍ ﻣِﺜْﻞَ ﺃَﻥْ ﻳَﻘْﻌُﺪَ اﻟْﻘُﺮَّاءُ ﺗَﺤْﺘَﻬَﺎ ﻓَﻼَ ﺗَﻜُﻮﻥُ ﻣَﻨْﻬِﻴَّﺔ
(ﻣﺮﻗﺎﺓ اﻟﻤﻔﺎﺗﻴﺢ ﺷﺮﺡ ﻣﺸﻜﺎﺓ اﻟﻤﺼﺎﺑﻴﺢ-[ﻛﺘﺎﺏ اﻟﺠﻨﺎﺋﺰ]-[ﺑﺎﺏ ﺩﻓﻦ اﻟﻤﻴﺖ]- ﺻﻔﺤﺔ -1217)
Perkataan hadist "dilarang membangun kuburan"
(Al Hafidz Waliyuddin Muhammad At Tibrizi) di dalam kitab al-azhar berkata : "adapaun pelarangan menyemen kuburan itu berfaidah makruh (makruh hukumnya). Dan itu mencakupi pembangunan dan mengapur arah permukaan. Dan (boleh) makruhnya membangun kuburan itu jika di tanahnya sendiri (milik sendiri). Dan haram jika di pekuburan umum (Juga tanah waqaf dan pekuburan milik orang lain, kecuali dapar izin dari pemiliknya, baru tidak apa2).
Maka bisa di ambil kesimpulan bahwa jika bangunan berupa kemah (tempat berteduh dan istirahat) seperti peziarah baca alquran di bawahnya. Maka ini bukanlah yg di larang.
(Kitab Mirqotul Mafatih Syarah Misykatul Mashobih - Al-Qori).
4.
Istidlal ulama dengan bolehnya membangun atau meyemen kuburan selain di pekuburan umum, dan pada kuburan umum untuk para nabi dan orang sholeh.
Makam nabi saw tinggi seperti punuk,
Dalam hadist imam bukhori:
عَنْ سُفْيَانَ التَّمَّارِ أَنَّهُ حَدَّثَهُ أَنَّهُ رَأَى قَبْرَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُسَنَّمًا
“Sufyan at-Tammar telah bercerita telah melihat makam Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ditinggikan (seperti punuk)”.
(HR al-Bukhari dalam Shahih-nya [1390])
ﻗَﻮْﻟُﻪُ ﻣُﺴَﻨَّﻤًﺎ ﺃَﻱْ ﻣُﺮْﺗَﻔِﻌًﺎ ﺯَاﺩَ ﺃَﺑُﻮ ﻧُﻌَﻴْﻢٍ ﻓِﻲ اﻟْﻤُﺴْﺘَﺨْﺮَﺝِ ﻭَﻗَﺒْﺮُ ﺃَﺑِﻲ ﺑَﻜْﺮٍ ﻭَﻋُﻤَﺮَ ﻛَﺬَﻟِﻚَ ﻭَاﺳْﺘُﺪِﻝَّ ﺑِﻪِ ﻋَﻠَﻰ ﺃَﻥَّ اﻟْﻤُﺴْﺘَﺤَﺐَّ ﺗَﺴْﻨِﻴﻢُ اﻟْﻘُﺒُﻮﺭِ ﻭَﻫُﻮَ ﻗَﻮْﻝُ ﺃَﺑِﻲ ﺣَﻨِﻴﻔَﺔَ ﻭَﻣَﺎﻟِﻚٍ ﻭَﺃَﺣْﻤَﺪَ ﻭَاﻟْﻤُﺰَﻧِﻲِّ ﻭَﻛَﺜِﻴﺮٍ ﻣِﻦَ اﻟﺸَّﺎﻓِﻌِﻴَّﺔ
(ﻓﺘﺢ اﻟﺒﺎﺭﻱ ﻻﺑﻦ ﺣﺠﺮ-ﺟﺰء 3-(ﻗﻮﻟﻪ ﺑﺎﺏ ﻣﺎ ﺟﺎء ﻓﻲ ﻗﺒﺮ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﺃﺑﻲ ﺑﻜﺮ ﻭﻋﻤﺮ ﻗﺎﻝ)- ﺻﻔﺤﺔ -257)
Perkataan (berpunuk) yaitu tinggi, abu nuaim menambahkan dalam kitab al-mustakhroj: " dan makam(kuburan) abu bakar dan umar r.a. juga seperti itu (di tinggikan seperti punuk).
Dan berdalil dengan hadist inilah atas kesunnahannya meninggikan kuburan (seperti punuk), itu pendapatnya madzhab abi hanifah dan imam malik dan ahmad dan mazany, dan banyak dari madzhab syafii. R.a.
(Fathul-bari libni hajar. 3/257).
Dan dalam riwayat imam bukhori juga di jelaskan:
وَقَالَ خَارِجَةُ بْنُ زَيْدٍ رَأَيْتُنِي وَنَحْنُ شُبَّانٌ فِي زَمَنِ عُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَإِنَّ أَشَدَّنَا وَثْبَةً الَّذِي يَثِبُ قَبْرَ عُثْمَانَ بْنِ مَظْعُونٍ حَتَّى يُجَاوِزَهُ
“Kharijah bin Zaid berkata: “Aku melihat diriku, ketika kami masih muda pada masa Utsman radhiyallahu ‘anhu, bahwa orang yang paling kuat lompatannya di antara kami, adalah dia yang mampu melompat makamnya Utsman bin Mahz’un, hingga melewatinya.” (HR. al-Bukhari dalam Shahih-nya [1360]).
Semua ulama sepakat disini bahwa yg di maksud "mampu melompati makamnya ustman bin mahz'un" adalah karena saking tingginya kuburannya. (Bukan tinggi sendiri ya, harus paham :D)
Seperti penjelasan riwayat ibnu abi syaibah:
عن عبد الله بن أبي بكر قال رأيت قبر عثمان بن مظعون مرتفعا
“Abdullah bin Abi Bakar berkata: “Aku melihat kuburan Utsman bin Mazh’un, tinggi.”
(HR Ibnu Abi Syaibah, al-Mushannaf [11746]).
Imam nawawi berkata dalam kitabnya, bahwa makam sayyidina ibrohim putra nabi saw terdapat qubah:
ودفن فى البقيع ـ يعنى إبراهيم ابن رسول الله ـ وقبره مشهور ، عليه قبة فى أول البقيع.
“ Dan dimakamnkan yakni Ibrahim putra Rasulullah Saw di pekuburan Baqi’, kuburannya masyhur dan di atasnya dibangun qubah pada saat permulaan Baqi’ “
(Tahdzib Al-Asma juz 1 hal : 103 ms)
Dengan landasan di atas, sebagian ulama berpedanpat lebih sepesifik lagi, yaitu bahwa haramnya pembangunan qubbah dan penyemenan pada kuburan umum (musabbalah). Di kecualikan (Tidak berlaku) pada makam para nabi dan wali dan orang2 sholeh.
Seperti perkataan ulama kondang madhzab syafii syeh bujairimy r.a:
وقال البجيرمي: واستثنى بعضهم قبور الأنبياء والشهداء والصالحين ونحوهم.
“ Al-Imam al-Bujairomi berkata “ Sebagian ulama mengecualikan juga pembangunan kuburan milik para nabi, syuhada, orang-orang shalih dan sejenisnya “.
(I’aanah at-Thoolibiin II/136).
Sehingga banyak ulama bermadzhab syafi'i yg membolehkan berwasiat pempangunan masjid dan kuburan para nabi dan orang-orang soleh.
Seperti di kutip imam nawawi dalam kitabnya Roudhoh at-Thoolibiin sebagaimana berikut ini :
ﻳَﺠُﻮﺯُ ﻟِﻠْﻤُﺴْﻠِﻢِ ﻭَاﻟﺬِّﻣِّﻲِّ اﻟْﻮَﺻِﻴَّﺔُ ﻟِﻋِﻤَﺎﺭَﺓِ اﻟْﻤَﺴْﺠِﺪِ اﻷَْﻗْﺼَﻰ ﻭَﻏَﻴْﺮِﻩِ ﻣِﻦَ اﻟْﻤَﺴَﺎﺟِﺪِ، ﻭَﻝِﻋِﻤَﺎﺭَﺓِ ﻗُﺒُﻮﺭِ اﻷَْﻧْﺒِﻴَﺎءِ، ﻭَاﻟْﻌُﻠَﻤَﺎءِ، ﻭَاﻟﺼَّﺎﻟِﺤِﻴﻦَ، ﻟِﻤَﺎ ﻓِﻴﻬَﺎ ﻣِﻦْ ﺇِﺣْﻴَﺎءِ اﻟﺰِّﻳَﺎﺭَﺓِ، ﻭَاﻟﺘَّﺒَﺮُّﻙِ ﺑِﻬَﺎ
"Boleh bagi seorang muslim atau seorang kafir dzimmi untuk berwashiat untuk mengurus (membangun) al masjid al-aqsho dan masjid-masjid yang lainnya, dan juga untuk membangun kuburan para nabi, para ulama, dan sholihin, karena hal itu menghidupkan ziaroh dan bertabarruk dengan kuburan-kuburan tersebut" (Roudotut Thoolibiin. Imam nawawi 6/98 ms).
5.
Hukum sholat di area pekuburan, atau dalam masjid yg ada kuburan, atau bangunan yg menyatu dengan kuburan dan semacamnya.
Kita harus memahami betul, hujjah mereka, dengan memakai hadist nabi saw:
لَا تَجْلِسُوا عَلَى الْقُبُورِ وَلَا تُصَلُّوا إِلَيْهَا
Janganlah duduk di atas kuburan dan jangan shalat menghadapnya. (H.R. Muslim (II/668 no. 972).
Alhafidz ibnu hajar mengomentari hadist ini dalam syarahnya fathul-bari sebagai berikut:
ﻻَ ﺗَﺠْﻠِﺴُﻮا ﻋَﻠَﻰ اﻟْﻘُﺒُﻮﺭِ ﻭَﻻَ ﺗُﺼَﻠُّﻮا ﺇِﻟَﻴْﻬَﺎ ﺃَﻭْ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ﻗُﻠْﺖُ ﻭَﻟَﻴْﺲَ ﻫُﻮَ ﻋَﻠَﻰ ﺷَﺮْﻁِ اﻟْﺒُﺨَﺎﺭِﻱ
Hadist "janganlah duduk di atas kuburan dan jangan shalat menghadapnya atau di atasnya"
Hadist ini tidak termasuk dalam syarat al-bukhori."
Beliau melanjutkan bahwa larangan itu sama sekali tidak mempengaruhi keadaan atau rusaknya sholat,
Karena dalam soheh bukhori di riwayatkan begini.
al-Imam al-Bukhari meriwayatkan dalamShahih-nya:
وَرَأَى عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يُصَلِّي عِنْدَ قَبْرٍ فَقَالَ الْقَبْرَ الْقَبْرَ وَلَمْ يَأْمُرْهُ بِالْإِعَادَةِ
“Umar bin al-Khatthab radhiyallahu ‘anhu melihat Anas bin Malik melaksanakan shalat di samping kuburan, lalu Umar berkata: “Itu kuburan, itu kuburan”. Umar tidak menyuruh Anas untuk mengulangi shalatnya.” (HR. al-Bukhari)
Nah disini jelas tidak ada perintah mengulangi sholat.
(Lihat kitab Fathul bari libni hajar, 1/524 ms).
Sehingga imam nawawi memberi ketegasan begini:
أَمَّا حُكْمُ الْمَسْأَلَةِ فَإِنْ تَحَقَّقَ أَنَّ الْمَقْبَرَةَ مَنْبُوْشَةٌ لَمْ تَصِحَّ صَلاَتُهُ فِيْهَا بِلاَ خِلاَفٍ إِذَا لَمْ يُبْسَطْ تَحْتَهُ شَيْءٌ وَإِنْ تَحَقَّقَ عَدَمُ نَبْشِهَا صَحَّتْ بِلاَ خِلاَفٍ وَهِيَ مَكْرُوْهَةٌ كَرَاهَةَ تَنْزِيْهٍ. (الإمام النووي، المجموع 3/164).
“Adapun hukum permasalahan tersebut, apabila kuburan itu nyata pernah digali (atau pernah ambruk). maka shalat di kuburan tersebut tidak sah tanpa ada perselisihan, jika di bawahnya (orang yg sholat) tidak di hamparkan alas.
Apabila kuburan tersebut nyata tidak pernah digali, maka shalat di kuburan tersebut sah (walau tanpa alas) tanpa ada perselisihan dan dihukumi makruh tanzih.” (Al-Imam an-Nawawi, al-Majmu’ 3/164).
Bahkan sangat banyak sekali riwayat hadist soheh yg menyatakan nabi saw dan para sahabat sholat di kuburan. Seperti hadist-hadist di bawah ini:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: أَنَّ رَجُلًا أَسْوَدَ أَوْ امْرَأَةً سَوْدَاءَ كَانَ يَقُمُّ الْمَسْجِدَ فَمَاتَ فَسَأَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْهُ فَقَالُوا مَاتَ قَالَ أَفَلَا كُنْتُمْ آذَنْتُمُونِي بِهِ دُلُّونِي عَلَى قَبْرِهِ أَوْ قَالَ قَبْرِهَا فَأَتَى قَبْرَهَا فَصَلَّى عَلَيْهَا
Dari Abu Huraira r.a.: “ada laki-laki atau wanita hitam yang menjadi tukang sapu di masjid, dan beliau meninggal. Lalu nabi s.a.w. bertanya tentangnya, dan para sahabat mengatakan tukang sapu itu sudah meninggal. Nabi s.a.w. pun bertanyan kenapa beliau tidak diberitahu, ‘tunjukkan aku kuburannya!’, beliau s.a.w. mendatangi kuburannya dan shalat di situ” (HR al-Bukhari)
Ibnu qudama menukilkan riwayat Imam Ibnu al-Mundzri bahwa ada beberapa sabahat Nabi s.a.w. yang shalat atas jenazah sayyidah Aisyah ra di kuburannya:
قَالَ ابْنُ الْمُنْذِرِ ذَكَرَ نَافِعٌ أَنَّهُ صُلِّيَ عَلَى عَائِشَةَ وَأُمِّ سَلَمَةَ وَسْطَ قُبُورِ الْبَقِيعِ صَلَّى عَلَى عَائِشَةَ أَبُو هُرَيْرَةَ , وَحَضَرَ ذَلِكَ ابْنُ عُمَرَ وَفَعَلَ ذَلِكَ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ
“Imam Ibnu al-Mundzir berkata: Nafi’ menceritakan bahwa ia menshalati Aisyah dan Ummu salamah di Baqi’, Abu hurairah shalat atas Aisyah di kuburan dan dihadiri oleh Ibnu Umar serta dilaksanakan juga oleh Umar bin Abdul Aziz.” (al-mughni 2/369).
Sayyidah Aisyah radhiyallahu ‘anha mengerjakan shalat dalam kamarnya yang menyimpan tiga makam, yaitu makam Rasulullah saw, sahabat Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma.
Ibnu Syabbah meriwayatkan dalamTarikh al-Madinah:
عَنْ مَالِكٍ قَالَ: كَانَ النَّاسُ يَدْخُلُوْنَ حُجَرَ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلُّوْنَ فِيْهَا يَوْمَ الْجُمْعَةِ بَعْدَ وَفَاةِ النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ الْمَسْجِدُ يَضِيْقُ بِأَهْلِهِ.
“Imam Malik berkata: “Orang-orang memasuki kamar-kamar istri-istri Nabi shallallhu ‘alaihi wasallam, mengerjakan shalat di dalamnya, setelah wafatnya Nabi saw, dan Masjid sesak dengan yang menghadirinya.” (Tarikh al-Madinah).
beberapa nabi ‘alaihimus-salam, telah dimakamkan di dalam Masjid al-Khaif.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فِيْ مَسْجِدِ الْخَيْفِ قَبْرُ سَبْعِيْنَ نَبِيًّا. رَوَاهُ البَزَّارُ فِيْ مُسْنَدِهِ
(كشف الأستار 1177، وَالطَّبَرَانِيُّ فِيْ الُمُعْجَمِ الْكَبِيْرِ 12/316.)
“Dari Ibnu Umar –radhiyallahu t‘anhuma-, berkata, Rasulullah shallallhu ‘alaihi wasallam bersabda: “Di Masjid al-Khaif, ada makam tujuh puluh nabi.”
(Attabarony di kitab Mukjamu al-kabir, 12/316).
Sehingga berdasarkan perbuatan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat, dalam hadist:
وحديث ابن عباس – رضي الله عنهما – أن رسول الله صلى الله عليه وسلم صلى على قبر بعدما دفن، فكبر عليه أربعا وفي رواية قال: انتهى رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى قبر رطب فصلى عليه، وصفوا خلفه، وكبر أربعا .
صحيح مسلم
Hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma : “Sesungguhnya Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam shalat jenazah di kuburan setelah jenazah dikuburkan. Beliau melakukan shalat untuknya dengan empat kali takbir.” dan dalam riwayat yang lain, Ibnu Abbas berkata : “Rasulullah sampai ke kubur yang masih basah, maka beliau shalat baginya dan para sahabat membuat shaf di belakang beliau, lalu beliau shalat dengan empat kali takbir.”
(Hr muslim 2/658 ms).
Maka berkesimpulan dan memberi hukum sebagai berikut:
فهذا الحديث دليل على أن المقبرة محل للصلاة على الجنازة سواء كان الميت في قبره أو خارج القبر . وهذا الفعل منه صلى الله عليه وسلم تخصيص للنهي عن الصلاة في المقبرة.
Hadits ini sebagai dalil bahwa kuburan boleh dijadikan tempat shalat jenazah, sama saja apakah mayitnya sudah ada didalam kubur atau belum. Perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini dalil yang mengkhususkan larangan shalat di kuburan.
(www.alifta.net/Fatawa/fatawaDetails.aspx?View=Page&PageID=11774&PageNo=1&BookID=2)
(3.)
PENDAPAT PENDAPAT ULAMA TENTANG SHOLAT DI KUBURAN/ SHALAT JANAZAH, DAN JUGA PENDAPAT YG MENYIMPANG (MENYELISIHI PERBUATAN NABI) KARENA MEMAHAMI HADIST SECARA HARFIYAH SAJA.
1.
Pendapat para madzhab (pendapat yg benar dan mengikuti sunnah) :
Madzhab al-Hanafiyah
وَلَوْ دُفِنَ الْمَيِّتُ قَبْلَ الصَّلاةِ أَوْ قَبْلَ الْغُسْلِ فَإِنَّهُ يُصَلَّى عَلَى قَبْرِهِ إلَى ثَلاثَةِ أَيَّامٍ , وَالصَّحِيحُ أَنَّ هَذَا لَيْسَ بِتَقْدِيرٍ لازِمٍ بَلْ يُصَلَّى عَلَيْهِ مَا لَمْ يَعْلَمْ أَنَّهُ قَدْ تَمَزَّقَ (الفتاوى الهندية 1/165)
“jika mayit sudah dikebumikan akan tetapi belum dishalatkan, maka mayit itu dishalatkan di kuburnya sampai 3 hari. Dan benar (dalam pandangan madzhab) bahwa tidak ada waktu yang pasti, akan tetapi dishalatkan mayit tersebut sampai –sekiranya- mayit itu rusak.” (al-Fatawa al-Hindiyah 1/165)
Madzhab al-Malikiyah
لا تُعَادُ الصَّلاةُ وَلا يُصَلِّي عَلَيْهَا بَعْدَ ذَلِكَ أَحَدٌ , قَالَ فَقُلْنَا لِمَالِكٍ : وَالْحَدِيثُ الَّذِي جَاءَ أَنَّ النَّبِيَّ عليه السلام صَلَّى عَلَيْهَا وَهِيَ فِي قَبْرِهَا ؟ قَالَ قَالَ مَالِكٌ : قَدْ جَاءَ هَذَا الْحَدِيثُ وَلَيْسَ عَلَيْهِ الْعَمَلُ . (المدونة الكبرى 1/181)
“SHalat jenazah tidak boleh diulang (kedua kali), tidak boleh ada menshalatinya lagi jika sudah dishalatkan. Kemudian kami berkata kepada Imam Malik: ‘bagaimana dengan hadits Nabi s.a.w. shalat di kuburan wanita (tukang sapu masjid)?’, Imam Malik menjawab: ‘hadits ini memang ada tapi tidak diamalkan’.”(al-Mudawwanah al-Kubra 1/181)
Madzhab al-Syafiiyah
وَيَسْقُطُ الْفَرْضُ بِالصَّلاةِ عَلَى الْقَبْرِ عَلَى الصَّحِيحِ , وَإِلَى مَتَى يُصَلَّى عَلَيْهِ ؟ فِيهِ أَوْجُهٌ . أَحَدُهَا أَبَدًا , فَعَلَى هَذَا تَجُوزُ الصَّلاةُ عَلَى قُبُورِ الصَّحَابَةِ فَمَنْ بَعْدَهُمْ إلَى الْيَوْمِ . قَالَ فِي الْمَجْمُوعِ : وَقَدْ اتَّفَقَ الأَصْحَابُ عَلَى تَضْعِيفِ هَذَا الْوَجْهِ . ثَانِيهَا إلَى ثَلاثَةِ أَيَّامٍ دُونَ مَا بَعْدَهَا (مغنى المحتاج 1/364)
“dan shalat jenazah di kuburan itu menggugurkan kewajiban menshalati jenazah menurut pendapat yang shahih (dalam madzhab), akan tetapi sampai kapan ia boleh dishalatkan? Dalam hal ini ada beberapa pandangan; pertama selamanya. Dengan pendapat ini, maka dibolehkan kita shalat jenazah para sahabat dan generasi setelahnya di kuburan mereka sampai saat ini. dan dijelaskan dalam al-majmu; bahwa pandangan ini lemah. Pandangan kedua: shalat jenazah di kuburan waktunya sampai 3 hari dan tidak boleh lebih dari itu.” (Mughni al-Muhtaj 1/364)
Madzhab al-Hanabilah
فَأَمَّا الصَّلاةُ عَلَى الْجِنَازَةِ فِي الْمَقْبَرَةِ فَعَنْ أَحْمَدَ فِيهَا رِوَايَتَانِ . إحْدَاهُمَا : لا بَأْسَ بِهَا ; لأَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم صَلَّى عَلَى قَبْرٍ وَهُوَ فِي الْمَقْبَرَةِ . قَالَ ابْنُ الْمُنْذِرِ ذَكَرَ نَافِعٌ أَنَّهُ صُلِّيَ عَلَى عَائِشَةَ وَأُمِّ سَلَمَةَ وَسْطَ قُبُورِ الْبَقِيعِ صَلَّى عَلَى عَائِشَةَ أَبُو هُرَيْرَةَ , وَحَضَرَ ذَلِكَ ابْنُ عُمَرَ وَفَعَلَ ذَلِكَ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ . وَالرِّوَايَةُ الثَّانِيَةُ : يُكْرَهُ ذَلِكَ (المغني 2/369)
“adapun shalat jenazah di kuburan, Imam Ahmad punya 2 riwayat. Riwayat pertama; tidak mengapa (dibolehkan); karena Nabi s.a.w. pernah shalat jenazah di kuburan. dan imam Ibnu al-Mundzir mengatakan: Nafi’ menceritakan bahwa ia menshalati Aisyah dan Ummu salamah di Baqi’, Abu hurairah shalat atas Aisyah di kuburan dan dihadiri oleh Ibnu Umar serta dilaksanakan juga oleh Umar bin Abdul Aziz. Dan riwayat kedua: shalat jenazah di kuburan itu makruh.” (al-Mughni 2/369).
Walaupun para ulama teladan itu berbeda beda pendapat, pada dasarnya sama, paling mentok mengatakan (boleh tapi makruh) karena semua itu mengikuti sunnah dan tidak ada satupun yg mengatakan wajib mengulangi shalat di kuburan, apalagi masjid yg hanya ada kuburannya. (Hanya wajib mengulangi sholat jika di kuburan terdapat najis,atau pernah tergali,terbongkar,dan shalatnya tanpa alas).
2.
Pendapat yg menyimpang dan tidak boleh kita ikuti, karena bertentangan dengan banyak banyak hadist yg warid, shorih sohih dari nabi saw:
adalah fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz, saat di tanyakan dengan orang yg keluar bersama jamaah tabligh:
جماعة التبليغ، والصلاة في المساجد التي فيها قبور
س: سؤال من: م. ع- من أمريكا يقول: خرجت مع جماعة التبليغ للهند والباكستان، وكنا نجتمع ونصلي في مساجد يوجد بها قبور، وسمعت أن الصلاة في المسجد الذي يوجد به قبر باطلة فما رأيكم في صلاتي وهل أعيدها؟ وما حكم الخروج معهم لهذه الأماكن؟
ج: بسم الله، والحمد لله، أما بعد
جماعة التبليغ ليس عندهم بصيرة في مسائل العقيدة فلا يجوز الخروج معهم إلا لمن لديه علم وبصيرة بالعقيدة الصحيحة التي عليها أهل السنة والجماعة حتى يرشدهم وينصحهم ويتعاون معهم على الخير؛ لأنهم نشيطون في عملهم، لكنهم يحتاجون إلى المزيد من العلم، وإلى من يبصرهم من علماء التوحيد والسنة. رزق الله الجميع الفقه في الدين والثبات عليه
أما الصلاة في المساجد التي فيها القبور فلا تصح، والواجب إعادة ما صليت فيها؛ لقول النبي صلى الله عليه وسلم: ((لعن الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد)) متفق على صحته، وقوله صلى الله عليه وسلم: ((ألا وإن من كان قبلكم كانوا يتخذون قبور أنبيائهم وصالحيهم مساجد ألا فلا تتخذوا القبور مساجد فإني أنهاكم عن ذلك)) أخرجه مسلم في صحيحه. والأحاديث في هذا الباب كثيرة
وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد، وآله وصحبه وسلم
Soalan:
Saya telah keluar (khuruj) bersama Jama'ah Tabligh ke India dan Pakistan, dan adalah kami berhimpun dan bersolat di masjid yang terdapat padanya kubur dan saya mendengar bahawa solat di masjid yang terdapat padanya kubur adalah batal (tidak sah) maka apakah pandangan anda berkenaan solat saya ini? Adakah perlu saya mengulanginya? Dan apakah hukum keluar bersama mereka (Jama'ah Tabligh) ke tempat-tempat ini?
Jawaban:
بسم الله، والحمد لله، أما بعد
Jama'ah Tabligh Tidak memiliki ilmu yang mendalam dalam pelbagai permasalahan 'aqidah, maka TIDAK BOLEH keluar bersama-sama mereka melainkan bagi mereka yang memiliki ilmu dan bashirah (pengetahuan yang luas) tentang 'aqidah yang Sahih yang dipegang oleh Ahlus Sunnah wal-Jama'ah supaya dia boleh memberi petunjuk kepada mereka, menasihati mereka, dan bekerjasama dengan mereka atas kebaikan; kerana mereka ini aktif dalam gerak kerja mereka tetapi mereka memerlukan lebih lagi ilmu dan orang yang mengajarkan kepada mereka daripada kalangan Ulama Tauhid dan Sunnah.
Semoga ALLAH memberikan rezeki kepada semua dengan kefahaman dalam agama dan tetap di atasnya.
Adapun solat di masjid-masjid yang terdapat padanya kuburan maka ia TIDAK SAH dan wajib engkau ulang solat yang telah engkau solat di dalamnya kerana sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam:
لعن الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد
“ALLAH melaknat Yahudi dan Nashara kerana mereka itu mengambil kuburan para Nabi mereka sebagai tempat ibadah.” (Hadis Riwayat al-Bukhari & Muslim)
Hadis ini disepakati akan kesahihannya. Demikian juga sabda baginda Shallallahu ‘alaihi wa Sallam:
ألا وإن من كان قبلكم كانوا يتخذون قبور أنبيائهم وصالحيهم مساجد، ألا فلا تتخذوا القبور مساجد؛ فإني أنهاكم عن ذلك
“Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu mengambil kuburan para Nabi mereka dan orang-orang soleh mereka sebagai tempat ibadah, maka janganlah kamu menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah kerana sesungguhnya aku melarang kamu dari perkara tersebut.”
Dikeluarkan oleh Muslim dalam Shahih beliau dan hadis-hadis berkenaan bab ini sangatlah banyak.
وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد، وآله وصحبه وسلم
(Majmu’ Fatawa Ibn Baz, 8/331. http://binbaz.org.sa/mat/1984).
Catatan:
1: Kami mengatakan pendapat ini (bin baz) menyimpang dari hukum yg benar. Karena sudah sangat jelas dalam hadist soheh bukhori, bahwa sayyidina umar ra, tidak menyuruh mengulangi lagi sholatnya sahabt anas bin malik ra. Lebih2 kasusnya anas bin malik di kuburan langusng, sedang kasus yg di tanyakan di atas itu di masjid. ni sangat bertentangan dengan sunnah. Dan ini bukan pendapat ulama salaf , sahabat atau tabi'in.
2: kasus ini (shalat di dalam masjid yg ada kuburannya) sudah terjadi pada zaman nabi saw, posisi kubur di dalam masjid sudah ada pada masa nabi saw. Yaitu seperti hasidt di atas, bahwa dalam masjid al khaif terdapat 70 makam nabi. Ini tidak masalah. Jadi jawaban di atas. Sangat menyimpang dengan sunnah nabi saw.
3. Pada kasus di dalam rumah sayyidah aisyah yg terdapat 3 makam mulya di dalamnya. Tak ada satupun sahabat yg mengingkari yg shalat disana. Padahal hanya sebuah kamar kecil.
Yg pasti permasalahannya lebih gawat dengan kasusnya jamaah tabligh di atas.
Maka saya pastikan bahwa jawaban bin baz di atas adalah sangat menyimpang dari hukum yg benar.
beliau hanya memahami hadist secara harfiyah saja.
Seorang yg cerdas dan alim bukanlah yg pintar berbahasa arab dan banyak hafal hadist.
Tapi seorang yg alim bagaimana dia bisa mengartikan hadist yg terkandung sastra tinggi di dalamnya. Dengan mencocokkan dengan hadist hadist yg lain.
Sehingga mencapai pada hasil yg maksimal dalam memahami hadist.
Wallahu a'lam bishshawab.
Semoga bermanfa'at. Amin
https://mobile.facebook.com/story.php?story_fbid=422717677852870&id=100003439259011&refid=17&_ft_=top_level_post_id.422717677852870%3Atl_objid.422717677852870%3Athid.100003439259011%3A306061129499414%3A2%3A0%3A1446361199%3A-3011788919886848168#footer_action_list
Itu gambar makam Nabi Muhammad SAW bukan seperti itu, jangan menyebarkan info yang tidak benar.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusWallahu mista'an
BalasHapusperkataan ‘Ali bin Abi Tholib,rodhiallhu anhum
BalasHapusعَنْ أَبِى الْهَيَّاجِ الأَسَدِىِّ قَالَ قَالَ لِى عَلِىُّ بْنُ أَبِى طَالِبٍ أَلاَّ أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِى عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ لاَ تَدَعَ تِمْثَالاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاَ قَبْرًا مُشْرِفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ
Dari Abul Hayyaj Al Asadi, ia berkata, “‘Ali bin Abi Tholib berkata kepadaku, “Sungguh aku mengutusmu dengan sesuatu yang Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah mengutusku dengan perintah tersebut. Yaitu jangan engkau biarkan patung (gambar) melainkan engkau musnahkan dan jangan biarkan kubur tinggi dari tanah melainkan engkau ratakan.” (HR. Muslim no. 969)
Ana rasa sudah di jelaskan sama orang yang lebih baik dari seribu keturunan antum. Semoga Allah melaknat orang yang gemar menyebar berita bohong.
kamu yang bohong, satu hadis tanpa syarah kamu jadikan alasan untuk penjelasan diatas yang sangat lengkap dan jeli, Kamu pembohong besar
Hapus